Saudara kita, Rabih, bertanya, “Bagaimana aku dapat berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla seperti doanya orang yang sedang terdesak?”
Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa Dia mengabulkan doa orang yang terdesak. “Bukankah Dia (Allah) yang mengabulkan (doa) orang yang terdesak ketika ia berdoa kepada-Nya…” (QS. An-Naml: 62). Allah juga berfirman, “Maka ketika mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya…” yakni dalam keadaan terdesak. “Namun saat Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, mereka kembali berbuat syirik.” (QS. Al-Ankabut: 65).
Keadaan terdesak adalah sebab kuat terkabulnya doa. Bahkan bisa menghapus penghalang terbesar dari terkabulnya doa, yaitu kesyirikan. “Maka ketika mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya…” Padahal mereka adalah orang-orang musyrik. Namun saat mereka benar-benar dalam kondisi terdesak, maka kekuatan sebab tersebut lebih besar daripada penghalang terkabulnya doa itu.
Ini menunjukkan bahwa doa orang yang terdesak mudah dikabulkan. Mengapa doa orang terdesak mudah dikabulkan? Karena kondisi terdesak itu disertai dengan keikhlasan yang sangat besar dalam berdoa. “Maka ketika mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya…” Mereka benar-benar mengosongkan hati hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka pun sepenuhnya bergantung dan berlindung kepada Allah semata. Serta memutuskan harapan dari makhluk.
Ibarat seseorang yang berada di tengah lautan yang takut dirinya akan tenggelam. Ombak pun saling menghantam satu sama lain. Sementara ia masih berada di tengah laut itu. Antara dirinya dan kematian tinggal beberapa kejap saja. Lalu ia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa, “Ya Rabb! Ya Rabb!” Menurutmu, bagaimana perasaan orang ini? Perasaan orang ini, inilah yang disebut kondisi terdesak (iḍṭirār).
Saudara kita yang mulia bertanya: “Bagaimana caranya aku bisa berdoa seperti orang yang terdesak?” Yakni dengan membayangkan diri seperti seseorang yang terombang-ambing di tengah lautan, sedangkan ombak saling bertabrakan satu sama lain, dan badai dahsyat menerjang dari segala arah. Sementara antara dirinya dan kematian hanya tinggal beberapa kejap mata. Ia pun memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla, “Ya Rabb! Ya Rabb!” Apakah masih tersisa ketergantungan kepada makhluk dalam hatinya? Sama sekali tidak! Ketergantungannya sepenuhnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ia mengosongkan hatinya hanya untuk Allah Subhanah. Karena ini adalah perkara antara hidup dan mati, ia pun berseru, “Ya Rabb! Ya Rabb!” Jika Allah Ta’ala tidak menyelamatkannya, ia pasti akan binasa dan mati. Ia bahkan bisa melihat kematian ada di hadapannya. Ini benar-benar perkara hidup dan mati.
Jika seseorang yang berdoa mencapai kondisi seperti ini, niscaya doanya dikabulkan. Meskipun secara fisik ia tidak sedang dalam keadaan terdesak. Mengapa? Karena ia mengosongkan hatinya untuk Allah ‘Azza wa Jalla dan memutus keterikatannya dengan para makhluk. Ia menghadapkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Doa ini disertai dengan keikhlasan yang dalam, maka pada saat itu, doa pun akan mudah dikabulkan. “Bukankah Dia (Allah) yang mengabulkan (doa) orang yang terdesak ketika ia berdoa kepada-Nya…” (QS. An-Naml: 62).
Yang menarik, ayat ini: “Bukankah Dia (Allah) yang mengabulkan (doa) orang yang terdesak ketika ia berdoa kepada-Nya…” (QS. An-Naml: 62). muncul dalam rangkaian ayat-ayat yang menyampaikan dalil dan bukti yang menegaskan keesaan dan ketuhanan Allah ‘Azza wa Jalla. Ayat sebelumnya: “Katakanlah, segala puji bagi Allah, dan keselamatan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik ataukah yang mereka persekutukan?” (QS. An-Naml: 59). “Bukankah Dia yang menciptakan langit dan bumi?” Lihat bagaimana langit dan bumi diciptakan. “Bukankah Dia yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air dari langit untuk kalian, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang menawan?” (QS. An-Naml: 60). Ayat selanjutnya: “Bukankah Dia yang menjadikan bumi sebagai tempat menetap, dan mengalirkan sungai-sungai di celah-celahnya, serta menjadikan gunung-gunung sebagai penopangnya?” (QS. An-Naml: 61). Lalu, setelahnya ayat, “Bukankah Dia (Allah) yang mengabulkan (doa) orang yang terdesak ketika ia berdoa kepada-Nya…” (QS. An-Naml: 62).
Bagaimana ayat ini dapat masuk di antara ayat-ayat tentang kauniyah ini? Di sini ada isyarat yang halus, bahwa dikabulkannya doa orang yang terdesak adalah bukti keesaan Allah ‘Azza wa Jalla. Karena manusia secara fitrah, hatinya akan tertuju kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Maka jika ada seorang ateis yang mengingkari keberadaan Allah, ia sedang berjalan sendirian di padang pasir, lalu ia jatuh ke dalam sumur yang gelap tanpa seorang pun yang dapat menolongnya, niscaya hatinya langsung tertuju kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ia akan melupakan ateismenya. Ateismenya sirna seketika.
Ini termasuk salah satu bukti terbesar atas sifat ketuhanan dan keesaan Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, Allah Ta’ala menyamakan bukti ini dengan penciptaan langit dan bumi. Sebagaimana penciptaan bumi, sungai-sungai, dan gunung-gunung sebagai penopang bumi. Semua ayat ini sangat agung, menjadi petunjuk atas keesaan dan ketuhanan Allah ‘Azza wa Jalla. Begitu pula dengan berpalingnya orang yang terdesak kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia mencari perlindungan kepada Allah Ta’ala secara spontan, mengikuti fitrahnya. Ia akan berlindung kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Karena itu, tatkala seorang ulama salaf melihat seorang lelaki berjalan diikuti oleh murid-muridnya, lalu mereka berkata, “Ia memiliki seribu dalil tentang keberadaan Allah.” Ulama itu berkata, “Tak perlu sampai seribu dalil, satu dalil saja sudah cukup.” Mereka bertanya, “Apa dalil itu?” Ia menjawab, “Bagaimana jika kamu sedang berjalan sendirian di padang pasir, lalu terjatuh ke dalam sumur, kepada siapa engkau akan memohon pertolongan?” Mereka menjawab, “Kepada Allah.” Ia berkata, “Itulah bukti keberadaan Allah. Bukti secara fitrah.”
Bukti secara fitrah tidak bisa diingkari oleh siapa pun. Ia adalah salah satu dalil terkuat. Jadi, inilah yang disebut sebagai doa orang yang terdesak. Jika seseorang mampu berdoa seperti keadaan orang yang benar-benar terdesak, maka Allah pasti akan mengabulkan doanya.
Demikian pula dengan orang yang terzalimi. Nabi ‘alaihis shalatu wassalam bersabda: “Takutlah kalian terhadap doa orang yang dizalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari & Muslim). Mengapa doa orang terzalimi mustajab? Pertama, karena Allah Ta’ala tidak menyukai kezaliman. Allah mengharamkan kezaliman atas diri-Nya dan menjadikannya haram pula di antara hamba-hamba-Nya. Dia tidak menyukai dan tidak memberi petunjuk orang-orang zalim. Oleh sebab itu, kamu dapati orang zalim hidupnya sengsara. Kedua—dan ini sebab yang paling penting—orang yang terzalimi akan berdoa kepada Allah Ta’ala dengan sepenuh hati, dengan penuh keikhlasan dan ketulusan, mengadu kepada Allah agar menimpakan azab kepada orang yang menzaliminya. Ia berdoa dengan kejujuran dan gejolak perasaan dari lubuk hatinya. Maka, jika kondisi batin orang yang berdoa itu seperti kondisi orang yang benar-benar terdesak dan terzalimi, niscaya doanya akan dikabulkan.
Allahul musta’an. Semoga Allah membalas Anda, wahai Syaikh.
=====
الْأَخُ رَابِحٌ يَقُولُ يَعْنِي كَيْفَ أَدْعُو اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ دُعَاءَ الْمُضْطَرِّ؟
دُعَاءُ الْمُضْطَرِّ أَوَّلًا أَخْبَرَ اللَّهُ تَعَالَى بِأَنَّهُ يُجِيبُ دُعَاءَ الْمُضْطَرِّأَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَقَالَ فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ يَعْنِي مُضْطَرِّيْنَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
الِاضْطِرَارُ سَبَبٌ قَوِيٌّ لِإِجَابَةِ الدُّعَاءِ حَتَّى أَنَّهُ يَزُولُ مَعَهُ أَقْوَى مَوَانِعِ الْإِجَابَةِ وَهُوَ الشِّرْكُ فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَهُمْ مُشْرِكُونَ وَمَعَ ذَلِكَ لَمَّا وَصَلُوا إِلَى حَالِ الِاضْطِرَارِ كَانَتْ قُوَّةُ هَذَا السَّبَبِ أَقْوَى مِنْ هَذَا الْمَانِعِ
وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمُضْطَرَّ أَنَّهُ تُسْتَجَابُ دَعْوَتُهُ لِمَاذَا تُسْتَجَابُ دَعْوَةُ الْمُضْطَرِّ؟ تُسْتَجَابُ دَعْوَةُ الْمُضْطَرِّ لِأَنَّ هَذَا الِاضْطِرَارَ يَصْحَبُهُ اخْلَاصٌ شَدِيدٌ فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَتَفْرِيغُ الْقَلْبِ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلُجُوءٌ إِلَى اللَّهُ تَعَالَى بِالْكُلِّيَّةِ وَانْقِطَاعٌ عَنِ الْمَخْلُوقِيْنَ
كَإِنِسَانٍ عَلَى لُجَّةِ الْبَحْرِ يَخْشَى أَنْ يَغْرَقَ الْبَحْرُ مُتَلَاطِمُ الْأَمْوَاجِ وَهُوَ الْآنَ فِي هَذَا الْبَحْرِ وَمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمَوْتِ إِلَّا لَحَظَاتٌ وَهُوَ رَافِعُ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ مَا ظَنُّكَ بِشُعُوْرِ هَذَا الْإِنْسَانِ؟ شُعُورُ هَذَا الْإِنْسَانِ هَذَا الشُّعُورُ هَذَا هُوَ هَذِهِ هِيَ حَالَةُ الِاضْطِرَارِ
الْأَخُ الْكَرِيمُ يَقُولُ كَيْفَ أَدْعُو اللَّهَ تَعَالَى كَالْمُضْطَرِّ كَحَالَةِ هَذَا الْإِنْسَانِ الَّذِي فِي لُجَّةِ الْبَحْرِوَأَمْوَاجُ الْبَحْرِ تَتَلَاطَمُ وَالْعَوَاصِبُ مِنْ حَوْلِهِ وَهُوَ يَعْنِي مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمَوْتِ إِلَّا لَحَظَاتٌ وَهُوَ يَدْعُو اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَا رَبِّ يَا رَبِّ هَلْ سَيَبْقَى فِي قَلْبِ هَذَا الْإِنْسَانِ تَعَلُّقٌ بِمَخْلُوْقٍ؟ أَبَدًا سَيَكُوْنُ التَّعَلُّقُ بِالْكُلِّيَّةِ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَرَّغَ قَلْبَهُ لِلهِ سُبْحَانَهُ هِيَ مَسْأَلَةُ قَضِيَّةِ الْحَيَاةِ وَاْلمَوْتِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ يَعْنِي هُوَ إِنْ لَمْ يُنَجِّهِ اللهُ تَعَالَى هَلَكَ وَمَاتَ الْمَوْتُ الْآنَ يَرَاهُ أَمَامَهُ فَالْقَضِيَّةُ قَضِيَّةُ الْحَيَاةِ وَاْلمَوْتِ
إِذَا وَصَلَ الدَّاعِي إِلَى هَذِهِ الْمَرْحَلَةِ أُسْتُجِيبَتْ دَعْوَتُهُ حَتَّى وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُضْطَرًّا لِمَاذَا؟ لِأَنَّهُ فَرَّغَ قَلْبَهُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَطَعَ عَلَاقَتَهُ بِالْمَخْلُوقِيْنَ انْصَرَفَ بِالْكُلِّيَّةِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى صَحِبَ هَذَا الدُّعَاءَ إِخْلاصٌ شَدِيدٌ فَهُنَا يُسْتَجَابُ الدُّعَاءُ أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ
وَالْعَجِيبُ أَنَّ هَذِهِ الآيَةَ أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ أَتَتْ فِي سِيَاقِ الآيَاتِ الَّتِي فِيهَا الْأَدِلَّةُ وَالْبَرَاهِينُ الْمُثْبِتَةُ لِرُبُوبِيَّةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَوَحْدَانِيَّتِهِ يَعْنِي أَوَّلُ الْآيَاتِ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلَامٌ عَلَىٰ عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَىٰ آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَاحِظْ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنزَلَ لَكُم مِّنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ الْآيَةُ الَّتِي بَعْدَهَا أَمَّنْ جَعَلَ الأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ الْآيَةُ الَّتِي بَعْدَهَا أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ
كَيْفَ دَخَلَتْ هَذِهِ الايَةُ بَيْنَ يَعْنِي هَذِهِ الْآيَاتِ الْكَوْنِيَّةِ؟ هُنَا يَعْنِي فِيهَا لَمْحَةٌ إِجَابَةُ الْمُضْطَرِّ دَلِيلٌ عَلَى وَحْدَانِيَّةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لِأَنَّ الْإِنْسَانَ بِفِطْرَتِهِ يَتَّجِهُ قَلْبُهُ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَلِذَلِكَ لَوْ كَانَ إِنْسَانٌ مُلْحِدٌ يُنْكِرُ وُجُودَ اللَّهِ وَكَانَ فِي صَحْرَاءَ يَمْشِي وَحْدَهُ وَوَقَعَ فِي بِئْرٍ مَظْلِمَةٍ مَا عِنْدَهُ أَحَدٌ مِنَ الْبَشَرِ سَيَتَّجِهُ قَلْبُهُ مُبَاشَرَةً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ سَيَنْسَى إِلْحَادَهُ إِلْحَادُهُ يَنْتَهِي
هَذَا مِنْ أَعْظَمِ أَدِلَّةٍ عَلَى رُبُوبِيَّةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَوَحْدَانِيَّتِهِ فَجَعَلَهُ اللَّهُ تَعَالَى مِثْلَ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مِثْلَ خَلْقِ الْأَرْضِ وَجَعَلَ اللَّهُ تَعَالَى خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِي هَذِهِ الْآيَاتُ عَظِيمَةٌ تَدُلُّ عَلَى رُبُوبِيَّةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَلَى وَحْدَانِيِّتِهِ هَكَذَا أَيْضًا لُجُوءُ الْمُضْطَرِّ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَيَلْجَأُ إِلَى اللَّهِ تِلْقَائِيًّا بِفِطْرَتِهِ يَلْجَأُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَلِذَلِكَ لَمَّا رَأَى أَحَدُ السَّلَفِ رَجُلًا يَمْشِي وَمَعَهُ أُنَاسٌ مِنْ طُلَّابِهِ قَالُوا عِنْدَهُ أَلْفُ دَلِيلٍ عَلَى وُجُودِ اللَّهِ قَالَ مَا يَحْتَاجُ إِلَى دَلِيلٍ دَلِيلٌ وَاحِدٌ يَكْفِي قَالُوا مَا هُوَ؟ قَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ كُنْتَ تَمْشِي فِي الْبَرِّيَّةِ وَحْدَكَ ثُمَّ وَقَعْتَ فِي بِئْرٍ فَإِلَى مَنْ تَلْتَجِئُ؟ قَالُوا إِلَى اللَّهِ قَالَ إِذًا هَذَا هُوَ الدَّلِيلُ عَلَى وُجُودِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ دَلِيلٌ فِطْرِيٌّ
فَدَلِيلُ الْفِطْرَةِ لَا أَحَدَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يُنْكِرَهُ يَعْنِي مِنْ أَقْوَى الْأَدِلَّةِ فَيَعْنِي هَذِهِ دَعْوَةُ الْمُضْطَرِّ إِذَا وَصَلَ الْإِنْسَانُ فِي دُعَائِهِ مِثْلَ حَالَةِ الْمُضْطَرِّ فَإِنَّ اللّهَ يُجِيبُ دَعْوَتَهُ
وَمِثْلُهُ أَيْضًا الْمَظْلُومُ يَقُولُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ لِمَاذَا تُسْتَجَابُ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ؟ أَوَّلًا إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يُحِبُّ الظُّلْمَ وَحَرَّمَ اللَّهُ عَلَى نَفْسِهِ الظُّلْمَ وَجَعَلَهُ بَيْنَ عِبَادِهِ مُحَرَّمًا وَهُوَ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِيْنَ وَلَا يَهْدِي الظَّالِمِيْنَ وَلِذَلِكَ تَجِدُ أَنَّ الظَّالِمَ يَتَخَبَّطُ ثَانِيًا وَهُوَ يَعْنِي السَّبَبُ الْأَهَمُّ أَنَّ الْمَظْلُومَ يَدْعُو اللَّهَ تَعَالَى بِحَرَارَةٍ بِإِخْلَاصٍ بِصِدْقٍ يَلْجَأُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى فِي أَنْ يُنْزِلَ الْعُقُوبَةَ بِظَالِمِهِ فَهُوَ يَدْعُو بِصِدْقٍ وَحَرَارَةِ الْقَلْبِ فَإِذَا وَصَلَتْ حَالَةُ الدَّاعِي مِثْلَ حَالَةِ الْمُضْطَرِّ وَحَالَةِ الْمَظْلُومِ أُسْتُجِيبَ الدُّعَاءُ
اللَّهُ الْمُسْتَعَانُ شَكَرَ اللَّهُ لَكُمْ يَا شَيْخُ